Minggu, 03 Mei 2015

Rabu, 29 April 2015

Contoh Kasus



Berita Kasus

Akhir Agustus tahun lalu, jagat dunia maya digemparkan dengan penghinaan yang dilakukan oleh Florence Sihombing kepada warga Yogyakarta melalui Path. Kali ini, giliran kota Bandung yang mendapat hinaan di Twitter. Entah karena ingin meniru jejak Florence Sihombing yang mendadak terkenal seantero Indonesia terutama di dunia maya, pada awal september tepatnya tanggal 06 September 2014 sebuah akun Twitter @kemalsept dikabarkan melakukan penghinaan terhadap kota Bandung, dan walikota Bandung Ridwan Kamil. Sang walikota Bandung pun segera merespon tindakan @kemalsept tersebut melalui akun Twitternya. Dan segera melaporkan kepada pihak yang berwajib.
Sebelumnya Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengakui kesal mendapat serangan secara terbuka dan kasar di Twitter. Kicauan @kemalsept dinilainya sudah menyerang pribadinya. "Kesal. Saya itu fair. Kalau dikritik kinerja, ayo saja. Tetapi kalau sudah pribadi, tidak tetalu dipikirin. Kalau terbuka dan kasar, masa diam saja? Saya ikut saluran yang ada," kata Ridwan.
Ridwan membantah sedang mencari sensasi atau terlalu reaktif. Pria yang akrab disapa Emil ini mengaku sudah biasa dicaci maki. "Ini mengingatkan kita sebagai puncak kultur baru yang berbahaya. Kalau tidak ditindak membahayakan," kata Ridwan. Selain berisi nada hinaan, @kemalsept juga mengundang ancaman. Banyak yang mencari akun Twitter @kemalsept. Namun, ternyata akun Twitter tersebut sudah ditutup. Hingga saat ini, belum diketahui maksud hinaan yang ditulis @kemalsept tersebut.

Pembahasan Kasus                                                                         
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan jika kasus penghinaan terhadap orang lain merupakan salah satu jenis cybercrime yang biasa disebut dengan Hate Speec
Perbuatan dalam kasus ini terdapat dalam pasal 27 ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Eletronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Ketentuan pidana dalam kasus pertama ini terdapat dalam pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”



Pasal-Pasal Yang Mengatur Tentang Cybercrime dalam UU ITE

Undang-undang yang mengatur permaslahan cybercrime di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal-pasal yang terdapat dalam Bab VII Perbuatan Yang Dilarang dalam UU RI No 11 Tahun 2008, antara lain:
1.      Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
(1)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Eletronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Eletronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Eletronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pemcemaran nama baik.
(4)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Eletronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengamcaman.
2.      Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2)
(1)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalm Transaksi Elektronik.
(2)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
3.      Pasal 29
(1)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
4.      Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
(1)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
(2)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen eletronik.
(3)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
5.      Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
(1)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain.
(2)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang di transmisikan.
(3)   Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur denganPeraturan Pemerintah.
6.      Pasal 32 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
(1)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
(2)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.
(3)   Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
7.      Pasal 33
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
8.      Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)
(1)   Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki :
a.       Perangkat keras perangkat lunak komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk menfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasl 27 sampai dengan pasl 33;
b.      Sandi lewat komputer, kode akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar sistem elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan menfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan 33.
(2)   Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian sistem elektronik, untuk perlindungan sistem elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
9.      Pasal 35
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
10.  Pasal 36
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
11.  Pasal 37
Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 36 diluar wilayah indonesia terhadap sistem elektronik yang berada diwilayah yurisdiksi indonesia. 

Pasal-pasal yang terdapat dalam Bab XI Ketentuan Pidana dalam UU RI No 11 Tahun 2008, antara lain:
1.      Pasal 45 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
(1)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2.      Pasal 46 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
(1)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
3.      Pasal 47
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
4.      Pasal 48 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
(1)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
5.      Pasal 49
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
6.      Pasal 50
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
7.      Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2)
(1)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2)   Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
8.      Pasal 52 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
(1)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 sampai dengan pasal 27 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga.
(4)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

Teori-teori cyberlaw


Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :
  1.  The Theory of the Uploader and the Downloader, Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini.
  2. The Theory of Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing. The Theory of InternationalSpaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality.
  3. The Theory Of Internasional Space. Menurut teori ini, cyberspace adalah suatu lingkungan hukum yang terpisah dengan hukum konvensional dimana setiap negara memiliki kedaulatan yang sama. Dalam kaitan dengan teori ini, Menthe mengusulkan agar cyberspace menjadi fourth space. Yang menjadi dasar analogi tidak terletak pada kesatuan fisik, melainkan pada sifat internasional yakni sovereignless quality.